Rabu, 6 Januari 2021 | 06:05
Oleh Muh.
Thoriq Aziz Kusuma [Praktisi Studi Islam dan Arab]
"Zikir adalah pertanda kehidupan hati dan lawan dari kelalaian, sementara kelalaian adalah tanda kematian hati."
![]() |
Berzikir dengan Tasbih. |
Perantara-Nasional.Com,
– Berzikir
dengan menggunakan tasbih atau alat lainnya yang digunakan untuk menghitung
bilangan zikir adalah perkara yang sah yang disetujui oleh Nabi, Saw. Demikian
juga hal ini dilakukan oleh para salafus saleh (pendahulu yang saleh)
tanpa ada penyangkalan.
Dalil
pertama,
عَنْ كِنَانَةَ مَوْلَى صَفِيَّةَ
قَالَ سَمِعْتُ صَفِيَّةَ تَقُوْلُ : دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَيْنَ يَدَيَّ أَرْبَعَةُ آلَافِ نَوَاةٍ أُسَبِّحُ
بِهَا ، فَقَالَ : لَقَدْ سَبَّحْتِ بِهَذِهِ ، أَلَا أُعَلِّمُكِ بِأَكْثَرَ
مِمَّا سَبَّحْتِ بِهِ ، فَقُلْتُ : بَلَى عَلِّمْنِي . فَقَالَ : قُولِي
سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ خَلْقِهِ
“Dari
Kinanah mawla Shafiyyah, “Saya mendengar syafiyyah berkata, “Rasulullah, Saw.,
mendatangi aku ketika dihadapanku ada empat ribu biji kurma yang aku gunakan
untuk bertasbih. Rasulullah, Saw., kemudian bertanya, “Apakah engkau betasbih
dengan biji-biji kurma ini? Maukah engkau aku ajarkan tasbih yang lebih bagus
dari yang engkau baca? Saya menjawab, “iya”. Kemudian Rasulullah, Saw.,
bersabda, “bacalah, Maha Suci Allah SWT sebanyak makhluk ciptaannya.” [Sunan al-Tirmidzi]
Kedua,
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ الْحَسَنِ
حَدَّثَنَا أَصْبَغُ بْنُ الْفَرَجِ أَخْبَرَنِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ
عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ أَنَّهُ أَخْبَرَهُ عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ عَنْ
خُزَيْمَةَ عَنْ عَائِشَةَ بِنْتِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ عَنْ أَبِيهَا
أَنَّهُ دَخَلَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى
امْرَأَةٍ وَبَيْنَ يَدَيْهَا نَوًى أَوْ قَالَ حَصًى تُسَبِّحُ بِهِ فَقَالَ
أَلَا أُخْبِرُكِ بِمَا هُوَ أَيْسَرُ عَلَيْكِ مِنْ هَذَا أَوْ أَفْضَلُ
سُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا خَلَقَ فِي السَّمَاءِ وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ
مَا خَلَقَ فِي الْأَرْضِ وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا بَيْنَ ذَلِكَ
وَسُبْحَانَ اللَّهِ عَدَدَ مَا هُوَ خَالِقٌ وَاللَّهُ أَكْبَرُ مِثْلَ ذَلِكَ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ مِثْلَ ذَلِكَ وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ
مِثْلَ ذَلِكَ قَالَ أَبُو عِيسَى وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ غَرِيبٌ مِنْ حَدِيثِ
سَعْدٍ
Telah
menceritakan kepada kami [Ahmad bin Al Hasan] telah menceritakan kepada kami
[Ashbagh bin Al Faraj] telah mengabarkan kepadaku [Abdullah bin Wahb] dari
['Amr bin Al Harits] bahwa ia telah mengabarkan kepadanya dari [Sa'id bin Abu
Hilal] dari [Khuzaimah] dari [Aisyah binti Sa'd bin Abu Waqqash] dari [ayahnya]
bahwa ia bersama Rasulullah, Saw., menemui seorang wanita dan dihadapannya
terdapat biji kurma, atau kerikil yang ia gunakan untuk bertasbih. Kemudian
beliau berkata: "Maukah aku kabarkan kepadamu mengenai apa yang lebih
ringan bagimu dari hal ini atau lebih baik? Yaitu mengucapkan; Maha Suci Allah
sebanyak apa yang Dia ciptakan di langit, Maha Suci Allah sebanyak apa yang Dia
ciptaan di bumi, Maha Suci Allah sebanyak apa yang ada diantara hal itu, Maha
Suci Allah sebanyak apa yang Dia ciptakan, Allah Maha Besar sebanyak itu,
segala puji bagi Allah sebanyak itu, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan
pertolongan Allah sebanyak itu. [HR. Abu Dawud dan al-Tirmidzi]
Ketiga, riwayat dari Al-Qasim bin Abdirrahman, ia berkata:
كَانَ لِأَبي الدَّرْدَاءِ رضي الله
عنه نَوًى مِنْ نَوَى الْعَجْوَةِ في كِيسٍ، فَكَانَ إِذَا صَلَّى الْغَدَاةَ
أَخْرَجَهُنَّ وَاحِدَةً وَاحِدةً يُسَبِّحُ بِهِنَّ حَتَّى يَنْفَدْنَ” أخرجه
أحمد في “الزهد” بسند صحيح.
Abu
Darda’, R.a. memiliki sejumlah biji kurma di dalam sebuah kantong. Saat ia
melaksanakan salat di pagi hari, ia mengeluarkannya satu persatu sambil
bertasbih dengan biji-biji itu sampai habis. [HR. Ahmad[.
Dalil
keempat, riwayat dari Abu Dadhrah Al-Ghifari, ia mengatakan:
حَدَّثَنِي شَيْخٌ مِنْ طُفَاوَةَ
قَالَ: تَثَوَّيْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ رضي الله عنه بِالْمَدِينَةِ، فَلَمْ أَرَ رَجُلًا
مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أَشَدَّ
تَشْمِيرًا، وَلا أَقْوَمَ عَلَى ضَيْفٍ مِنْهُ، فَبَيْنَمَا أَنَا عِنْدَهُ
يَوْمًا وَهُوَ عَلَى سَرِيرٍ لَهُ وَمَعَهُ كِيسٌ فِيهِ حَصًى أَوْ نَوًى
وَأَسْفَلُ مِنْهُ جَارِيَةٌ لَهُ سَوْدَاءُ وَهُوَ يُسَبِّحُ بِهَا، حَتَّى إِذَا
أَنْفَدَ مَا فِي الْكِيسِ أَلْقَاهُ إِلَيْهَا فَجَمَعَتْهُ فَأَعَادَتْهُ فِي
الْكِيسِ فَدَفَعَتْهُ إِلَيْهِ” أخرجه أبو داود والترمذي وحسنه والنسائي.
“Seorang
syeikh dari Thufawah bercerita kepadaku, dia berkata, “Saya bertamu kepada Abu
Hurairah di Madinah. Saya tidak pernah menemukan seorang sahabat Nabi, Saw.
yang lebih berusaha untuk menghormati tamunya melebihi beliau. Pada suatu hari,
ketika saya sedang berada di rumahnya, beliau berada di atas ranjang. Di
sampingnya terdapat kantung yang berisi kerikil atau biji kurma yang digunakan
menghitung jumlah bacaan tasbihnya. Di sisi bawah ranjang itu terdapat seorang
budak perempuan hitam miliknya. Jika kantung itu telah habis isinya, dia lalu
memberikannya kepada budaknya itu. Budak itu lalu mengumpulkan isi kantung itu
dan memasukkannya ke dalamnya lalu menyerahkannya kembali kepada beliau.” [HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan
An-Nasai]
Dalil
kelima,
وعن نعيم بن المحرر بن أبي هريرة عن
جده أبي هريرة رضي الله عنه أنه كان له خَيْطٌ فِيه أَلْفَا عُقْدَةٍ، فَلا
يَنَامُ حَتَّى يُسَبِّحَ بِهِ. أخرجه عبد الله ابن الإمام أحمد في "زوائد
الزهد" وأبو نعيم في "الحلية"، ورُوي مثل ذلك عن سيدنا سعد بن أبي
وقاص رضي الله عنه، وأبي سعيد الخدري رضي الله عنه، وأبي صفية مولى النبي صلى الله
عليه وآله وسلم، والسيدة فاطمة بنت الحسين بن علي بن أبي طالب عليهم السلام وغيرهم
من الصحابة والتابعين
Riwayatnya
cucu Abu Hurairah yang bernama Nu’aim bin Al Muharrar bin Abu Hurairah. Ia mendapat
cerita dari kakeknya (Abu Hurairah) yang memiliki sebuah tali yang mempunyai
seribu ikatan. Abu Hurairah tidak akan tidur sampai ia bertasbih dengan
menggunakan seribu ikatan tali tersebut. [Riwayat ini terdapat di dalam kitab
Zawaiduz Zuhud karya Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, dan Abu Nu’aim dalam
Hilyatul Auliya’nya.] Sementara itu, masih banyak pula riwayat tentang
pemakaian tasbih yang dilakukan oleh Saad bin Abi Waqqas, Abu Said Al-Khudri,
Abu Shafiyyah (budak Nabi, Saw.), Fathimah dan para sahabat serta tabiin
lainnya.
Diketahui
juga sejumlah ulama seperti imam As-Suyuthi telah mengklasifikasi keabsahan
zikir menggunakan tasbih, menulis satu kitab khusus terkait itu dalam buku
beliau yang berjudul "Al Minhah Fis Sabhah," demikian
juga Syekh Muhammad bin Allan Al-Siddiqi
dalam kitab "Iiqaad al Mashaabiih li Masyruu'iyyah ittikhaadzi al
Masaabiih," dan juga Syeikh Abu Al-Hasanat Al-Laknawi dalam risalahny
yang berjudul "Nuzhatul fikr fii Subhati al Dzikr."
Demikianlah
hukum berzikir menggunakan tasbih. Hukumnya adalah sunah dan disyariatkan, bahkan telah dilakukan oleh para sahabat dan tabiin. Hanya saja
dulu mereka menggunakan kerikil, biji-bijian atau seutas tali. Sementara di
zaman sekarang sudah banyak ragam tasbih, bahkan ada yang berbentuk digital
dengan menekan tombol untuk menghitung angka atau jumlah bilangan zikir.
Pada intinya
zikir kepada Allah, Swt., adalah nikmat yang agung, hadiah terbesar, yang
dengannya membawa kenikmatan-kenikmatan yang tak ternilai, yakni kedekatan
dengan Zat yang Maha segala Maha. Zikir juga merupakan asupan bagi hati dan
penyejuk mata, dengan berzikir jiwa-jiwa menjadi tenang, dada menjadi lebih
longgar bergembira, kekhawatiran terungkap, penderitaan terlepaskan dan
dosa-dosa terhapuskan serta membawa banyak kebaikan. Zikir adalah pertanda
kehidupan hati dan lawan dari kelalaian, sementara kelalaian adalah tanda
kematian hati.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا
"Hai
orang-orang yang beriman, berzikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang
sebanyak-banyaknya.Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang." [QS. Al-Ahzab Ayat 41-42]
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ
قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ
"(yaitu)
orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." [QS. Ar-Ra’d Ayat 28]
Berdasar pada pemaparan di atas, berzikir menggunakan tasbih hukumnya boleh, bahkan syariat memandubkan (memberi kuasa) atas hal ini. Karena tasbih adalah wasilah untuk berzikir atau mengingat Allah, Swt. Dan hukum wasilah sama kedudukannya dengan hukum maqashid atau tujuan. Nabi, Saw., menyetujui berzikir dengan tasbih, demikian juga para sahabat dan tabi'in, tanpa ada penyangkalan.
Wa Allāhu
a'lam wa a'lā.
Social Header