Breaking News

Genosida di Gaza, Mengapa Media Amerika Seolah Buta?

Oleh Thoriq Aziz (Pemred Media Perantara Nasional)

Sebenarnya alasan apa yang mendasari di balik bungkamnya media Amerika terhadap tudingan genosida yang ditunjukkan kepada Israel di Gaza.

 


Dunia telah melihat kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Israel di bumi Palestina. Sementara media Amerika Serikat terlihat menolak secara serius untuk menyoroti tentang  serangan dan pelanggaran Israel yang berkelanjutan  di Jalur Gaza. Muncul pertanyaan penting, apakah Israel melakukan genosida terhadap warga Palestina di Jalur Gaza, dan apakah Amerika Serikat terlibat dalam salah satu kejahatan kemanusiaan terburuk saat ini?

Sesungguhnya tidak mengherankan jika media-media Amerika Serikat terkesan menghindar dan tidak menyoroti tudingan genosida yang semakin meningkat yang ditunjukkan kepada Israel. Sejak awal konflik dan serangan terkini, sejatinya media utama Amerika Serikat dengan antusias membenarkan dan memberikan alasan terhadap kekejaman Israel kepada warga Palestina. Semisal sebutan evakuasi, dibuat untuk merujuk pada tindakan pembersihan etnis dan pengusiran secara paksa warga Gaza dari tanah mereka sendiri, di sisi lain media Amerika Serikat berkoar-koar bahwa Israel melakukan pembelaan diri terhadap aksi-aksi teror. Sementara itu terhadap jutaan warga sipil, Israel juga terus menanamkan psychology of fear dengan menakut-nakuti mereka yang tinggal di bawah pendudukan Israel dengan bom-bom dan peluru, serta penindasan, hukum apartheid dan kebijaksan kolonial pemukim.

Tak hanya soal keengganan sorotan media-media Amerika Serikat untuk mengamini kekejaman Israel terhadap warga Palestina dan pelanggaran hukum internasional lainnya, mereka juga tidak setuju untuk melaporkan dan  memberitakan tudingan genosida terhadap  masyarakat sipil di Jalur Gaza. 

Dicatat oleh Prism baru-baru ini, sebuah media berita progresif yang bermarkas di Amerika Serikat, dengan berbagai macam tipu muslihat dan sulapan-sulapan jurnalistik, termasuk menggunakan bahasa-bahasa yang pasif, judul-judul yang rentan untuk selalu berubah, pendekatan ini dan itu,  serta mitos objektif, para wartawan di seluruh Amerika Serikat Seiya sekata mereka tidak mengakui dan tidak meredaksikan narasi-narasi tentang genosida Israel di Palestina.

Sulit untuk dibantah, sejatinya definisi tentang genosida itu sudah jelas tertera dalam Konvensi Genosida 1948, apa yang terjadi di Palestina saat ini sudah mewakili definisi tersebut. Raz Segal sebagai pakar ahli genosida terkemuka, menyatakan bahwa Israel sesungguhnya sedang melakukan sebuah bentuk genosida di Gaza.

Pendek kata, sesungguhnya bungkamnya media-media Amerika Serikat untuk menarasikan soal genosida dan serangan Israel di Gaza, itu hakikatnya adalah penyangkalan terhadap kejahatan Israel kepada warga Palestina dan meremehkan nyawa manusia yang seharusnya harus dijaga. Bungkamnya media-media tersebut juga menjadi sinyal kepada Israel bahwa Israel dapat terus melanjutkan pembunuhan secara gila-gilaan tanpa mendapatkan sanksi atau hukuman, serta meyakinkan pemerintah Amerika Serikat bahwa mereka juga tidak akan dimintai pertanggungjawaban sama sekali atas keterlibatannya.

Untungnya bagi kita  sebagai pemerhati dan juga aktivis-aktivis pro kemanusiaan, media cetak dan audio visual mainstream dunia itu bukan satu-satunya tempat untuk menarasikan dan melakukan perjuangan bahwa Israel telah melakukan genosida di Gaza dan meminta pertanggungjawaban mereka atas perbuatan yang jelas ugal-ugalan dan melanggar kemanusiaan dan hukum internasional, serta melakukan tekanan-tekanan kepada Israel agar segera menghentikan agresi mereka dan mendorong negosiasi politik.  Aktivis-aktivis pro kemanusiaan dapat beralih ke mahkamah pengadilan internasional, dan menggunakan tenaga media yang ada untuk mencoba menekan Israel dan melakukan gencatan senjata.

Sementara pengadilan internasional terkemuka yang memang ditugaskan untuk  memperjuangkan isu-isu ketidakadilan dan semacamnya, The International Criminal Court and the International Court of Justice, bergerak dengan sangat cepat membawa kasus genosida Israel di Gaza ke pengadilan di Amerika Serikat.

Perang narasi dan usaha untuk melihat bahwa Israel telah melakukan genosida di Gaza telah dimulai pada pertengahan Oktober ketika sebuah organisasi advokasi hukum nonprofit yang progresif, The Center for Constitutional Rights (CCR), menerbitkan sebuah analisis hukum tentang Keterlibatan Amerika Serikat dalam genosida yang sedang berlangsung oleh Israel terhadap warga Palestina di Gaza. Lantas pada Jumat 3 November 2023, bersama Palestine Legal and the National Lawyers Guild, CCR menyeret kasus tersebut ke kongres, jika mereka memilih untuk membantu Israel sangat dimungkinkan Amerika akan menghadapi tanggung jawab pidana dan sipil karena telah membantu dan menyokong genosida, kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan di Gaza, Palestina.

Dengan gugatan yang melibatkan pemohon Amerika dan Palestina, organisasi hukum itu kemudian pada senin, 13 November 2023, menuding Presiden Joe Biden, sekretaris negara dan menteri pertahanan terlibat dalam genosida Israel. Melalui pernyataan singkat yang disuguhkan ke pengadilan distrik Amerika Serikat untuk distrik Utara California, organisasi itu berargumen bahwa pemerintahan Biden telah melakukan pelanggaran pertanggungjawaban AS dengan memberikan dukungan tanpa syarat kepada Israel, seperti yang diungkapkan dalam Konvensi tentang Pencegahan dan Hukuman Kejahatan Genosida.

Organisasi yang menggunakan pengadilan Amerika Serikat untuk menuding Israel melakukan genosida di pengadilan Amerika Serikat tidak berjuang sendirian, banyak sarjana studi genosida dan kejahatan perang, seperti Raz Segal, berada di pihak mereka.

Konvensi Genosida menetapkan kejahatan genosida sebagai salah satu dari lima "tindakan yang dilakukan dengan niat untuk menghancurkan, seluruhnya atau sebagian, kelompok nasional, etnis, ras, atau agama." Lima tindakan ini melibatkan pembunuhan anggota kelompok, menyebabkan mereka mengalami kerusakan fisik atau mental yang parah, memberlakukan sebuah aturan yang bertujuan untuk menghancurkan kelompok, mencegah kelahiran, dan memindahkan anak-anak secara paksa dari kelompok tersebut. Banyak ahli genosida dan hukum internasional di seluruh dunia sepakat bahwa setidaknya tiga dari tindakan pertama dalam daftar tersebut telah dilakukan oleh Israel di Gaza dengan niat yang tak terbantahkan, sehingga dianggap bersalah dalam agenda genosida.

Ada 55 sarjana dalam studi Holocaust dan genosida pada Selasa, 9 Desember 2023, telah menerbitkan surat terbuka yang menyayangkan serangan Hamas pada 7 Oktober terhadap Israel, tetapi juga menyatakan bahwa pengusiran paksa warga sipil Palestina di Gaza oleh Israel, kasus kelaparan dan pembunuhan massal yang berlangsung menimbulkan pertanyaan tentang adanya genosida, terutama mengingat niat yang diungkapkan oleh para pemimpin-pemimpin Israel.

Melihat rentetan kejadian-kejadian di atas, sesungguhnya keterlibatan Amerika Serikat dalam genosida ini sangatlah kuat. Pengacara utama CCR yang menggugat Biden dan rekan-rekannya, Katherine Gallagher, mengungkapkan pada presentasinya di New York City bahwa tindakan Amerika Serikat yang mendukung Israel, termasuk di dalamnya pengiriman bantuan militer dan ekonomi, memblokir resolusi Dewan Keamanan PBB untuk terwujudnya sebuah gencatan senjata, dan memfasilitasi Israel dengan kecanggihan senjata yang tidak sedikit negara lain memperolehnya, ini jelas-jelas melewati garis komplikasi dalam genosida.

Lanjut Katherine Gallagher, di awal Amerika Serikat telah diberitahu tentang kemungkinan terjadinya tindakan genosida dan seharusnya mereka mengambil tindakan pencegahan namun mereka tidak memperdulikan itu. Israel tidak mungkin bisa melakukan serangan yang membabi butas seperti itu tanpa bantuan dan perlindungan diplomatik dari bos besarnya yakni Amerika Serikat di PBB.

Pada Jumat, 8 Desember 2023, pemerintah Amerika Serikat menyodorkan permohonan kepada pengadilan distrik California Utara agar membatalkan gugatan tersebut. Pemerintahan AS berdalih berdasarkan yurisdiksi bahwa pengadilan tidak memiliki otoritas untuk ikut campur tangan dalam pembuatan  kebijakan luar negeri lembaga eksekutif atau pemerintah. Sementara itu para penggugat mengungkapkan bahwa AS sesungguhnya telah terikat oleh Konvensi Genosida yang sudah diratifikasinya, bahwa semua individu yang memiliki kapasitas untuk menghentikan genosida tersebut wajib melakukannya.

Permintaan pemerintah AS untuk membatalkan kasus CCR itu datang bersamaan dengan penolakan AS terhadap resolusi DK PBB untuk gencatan senjata di Gaza. Selain itu, pemerintah juga mengambil langkah yang diperlukan agar lebih banyak amunisi artileri segera dikirimkan ke Israel. Tindakan ini tidak lain agar memperkuat kembali dukungan tanpa syarat Washington terhadap perang Israel di Gaza.

Usai beberapa hari kemudian, Organisasi kesehatan dunia menyatakan bahwa situasi layanan kesehatan di Gaza benar-benar mengalami kelumpuhan dan ini merupakan bencana kesehatan yang besar, setidaknya 1,9 juta warga Palestina di Jalur Gaza harus meninggalkan rumah mereka akibat serangan Israel dan mungkin akan lebih buruk lagi karena terjadi kepadatan yang berlebihan di daerah-daerah di mana warga sipil itu akan tinggal. Ini sangat mengerikan. Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres, memperingatkan bahwa tidak ada perlindungan yang aman untuk warga sipil di Gaza, sedangkan tekanan Israel pada warga sipil di Jalur Gaza makin besar dan bisa-bisa terjadi pengungsian massal ke Mesir. Ini dikenal dengan pemindahan paksa yang menunjukkan adanya kejahatan perang yang terang benderang terjadi di Gaza. Pada saat yang sama, Save the Children mengutarakan bahwa mereka telah mencatat lebih dari 7.000 kasus anak di bawah usia lima tahun yang mengalami kekurangan gizi di Gaza. Kondisi ini memerlukan perawatan medis segera untuk mencegah kasus kematian.

Saat jelasnya bukti-bukti yang sudah terang benderang tentang genosida yang dilakukan Israel serta bungkamnya media Amerika Serikat dan keengganan mereka mengakui apa yang terjadi di depan mata,  diskusi-diskusi mengenai sifat bengis dan ketidakdilan serta tindak kejahatan Israel juga dibatasi di kampus-kampus dan ruang publik Amerika Serikat. Siapapun yang berani menyuarakan Palestina dan isu-isu kemanusiaan di dalamnya akan dicap sebagai anti-semit dan pendukung teror, atau bahkan lebih dari itu akan dituding sebagai penyokong genosida terhadap orang-orang Yahudi. Beberapa anggota Kongres, akademisi, dan media yang sangat tidak bijak dan ekstrem bahkan mengklaim bahwa upaya untuk mempercepat gencatan senjata dan protes pro-Palestina bisa dianggap sebagai bagian dari usaha genosida terhadap orang Yahudi Amerika.

Soal membolak-balikkan fakta semacam ini bukanlah barang baru dan merupakan keanehan, saat fanatisme ekstrimis pro Israel dipadukan dengan keputusasaan histeris di kalangan politisi Amerika. Amerika Serikat telah memberlakukan tolak ukur baru dalam fantasi politik mereka dan ketidakjujuran, bahwa persamaan hak antara warga Palestina dan Israel adalah sebuah genosida.

Sejarah dunia akan mencatat dengan baik-baik dan menilai kegagalan media Amerika Serikat dalam menggali, menarasikan dan melaporkan secara akurat ketidakadilan, kejahatan dan genosida semacam ini.

 

 

 

 

© Copyright 2022 - Berinteraksi dalam Keberagaman